POST POWER SYNDROM
A. Pengertian Post Power Syndrome
Syndrome adalah kumpulan
gejala-gejala negatif, sedangkan power adalah kekuasaan, dan post adalah
pasca.Dengan demikian terjemahan dari post power syndrome adalah gejala-gejala
setelah berakhirnya kekuasaan. Gejala ini umumnya terjadi pada orang-orang yang
tadinya mempunyai kekuasaan, namun ketika sudah tidak berkuasa lagi, seketika
itu terlihat gejala-gejala kejiwaan yang biasanya bersifat negatif atau emosi
yang kurang stabil.
Secara umum syndrome ini
dapat dikatakan sebagai masa krisis pada fase-fase perkembangan tertentu dalam
kehidupan. Pada gejala post power syndrome ini terutama akan terjadi pada orang
yang mendasarkan harga dirinya pada kekuasaan. Dengan demikian post power
syndrome ini bersumber dari kenyataan bahwa dia tersingkir dari posisi, dari
lingkungan kerja dan dari kebermaknaan diri sebagaimana teori hirarkhi
kebutuhan manusia yang dikemukakan oleh Abraham Maslow.
Bagaimana bentuk post power
syndrome yang dialami, sangat tergantung pada bagaimana orientasinya semasa
aktif. Bila dia tergolong Structure oriented (penekanan pada struktur/jabatan),
syndrome ini akan lama menghinggapi dan menggerogoti harga dirinya, sedang jika
functional oriented (penekanan pada fungsi), maka dia akan memberdayakan apa
yang masih dapat difungsikan dari dirinya
B. Pengaruh Fungsi Keluarga dalam
Post Power Syndrome
Keluarga mempunyai pengaruh
yang paling besar ketika terjadinya Post Power Syndrome yang terjadi pada
seseorang, berikut ini merupakan alasan mengapa unit keluarga harus menjadi
fokus sentral dari perawatan pada seseorang yang menderita Post Power
Syndrome..
1.
Dalam unit keluarga, disfungsi apa saja yang mempengaruhi satu atau lebih
anggota keluarga, dan dalam hal tertentu, seringkali akan mempengaruhi anggota
keluarga yang lain dan unit ini secara keseluruhan.
2.
Ada semacam hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya,
bahwa peran dari keluarga sangta penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan
anggota keluarga secara individu, mulai dari strategi- strategi hingga fase
rehabilitasi.
3.
Dapat mengangkat derajat kesehatan keluarga secara menyeluruh, yang mana secara
tidak langsung mengangkat derajat kesehatan dari setiap anggota keluarga.
4.
Dapat menemukan faktor – faktor resiko.
5.
Seseorang dapat mencapai sesuatu pemahaman yang lebih jelas terhadap individu –
individu dan berfungsinya mereka bila individu – individu tersebut dipandang
dalam konteks keluarga mereka.
6. Mengingat keluarga merupakan sistem pendukung
yang vital bagi individu-individu, sumber dari kebutuhan-kebutuhan ini perlu
dinilai dan disatukan kedalam perencanaan tindakan bagi individu-individu.
C. Fase Penyesuaian Diri Pada
Saat Pensiun
Penyesuaian diri pada saat
pensiun merupakan saat yang sulit, dan terdapat tiga fase proses pensiun:
1.
Preretirement phase (fase pra pensiun)
Fase ini bisa dibagi pada 2 bagian lagi yaitur em ote dannear . Padar em
ote phase, masa pensiun masih dipandang sebagai suatu masa yang jauh. Biasanya
fase ini dimulai pada saat orang tersebut pertama kali mendapat pekerjaan dan
masa ini berakhir ketika orang terebut mulai mendekati masa pensiun. Sedangkan
pada near phase, biasanya orang mulai sadar bahwa mereka akan segera memasuki
masa pensiun dan hal ini membutuhkan penyesuaian diri yang baik. Ada beberapa
perusahaan yang mulai memberikan program persiapan masa pensiun.
2.
Retirement phase (fase pensiun) Masa
pensiun ini sendiri terbagi dalam 4 fase besar, dan dimulai dengan tahapan
pertama yakni honeymoon phase. Periode ini biasanya terjadi tidak lama setelah
orang memasuki masa pensiun. Sesuai dengan istilah honeymoon (bulan madu), maka
perasaan yang muncul ketika memasuki fase ini adalah perasaan gembira karena
bebas dari pekerjaan dan rutinitas. Biasanya orang mulai mencari kegiatan
pengganti lain seperti mengembangkan hobi. Kegiatan inipun tergantung pada
kesehatan, keuangan, gaya hidup dan situasi keluarga. Lamanya fase ini
tergantung pada kemampuan seseorang. Orang yang selama masa kegiatan aktifnya
bekerja dan gaya hidupnya tidak bertumpu pada pekerjaan, biasanya akan mampu
menyesuaikan diri dan mengembangkan kegiatan lain yang juga menyenangkan.
Setelah fase ini berakhir maka akan masuk pada fase kedua yakni disenchatment
phase. Pada fase ini pensiunan mulai merasa depresi, merasa kosong. Untuk
beberapa orang pada fase ini, ada rasa kehilangan baik itu kehilangan kekuasaan
martabat, status, penghasilan, teman kerja, aturan tertentu. Pensiunan yang
terpukul pada fase ini akan memasuki reorientation phase, yaitu fase dimana
seseorang mulai mengembangkan pandangan yang lebih realistik mengenai
alternatif hidup. Mereka mulai mencari aktivitas baru. Setelah mencapai tahapan
ini, para pensiunan akan masuk pada stability phase yaitu fase dimana mereka
mulai mengembangkan suatu set kriteria mengenai pemilihan aktivitas, dimana
mereka merasa dapat hidup tentram dengan pilihannya.
3.
End of retirement (fase pasca masa pensiun)
Biasanya fase ini ditandai dengan penyakit yang mulai menggerogoti
seseorang, ketidak-mampuan dalam mengurus diri sendiri dan keuangan yang sangat
merosot. Peran saat seorang pensiun digantikan dengan peran orang sakit yang
membutuhkan orang lain untuk tempat bergantung.
D. Ciri-ciri Orang Yang Rentan Menderita
Post Power Syndrome
1.
Orang-orang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang
permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
Orang-orang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang
permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
Orang-orang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang
permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
2.
Orang-orang yang membutuhkan pengakuan dari orang lain karena kurangnya harga
diri, jadi kalau ada jabatan dia merasa lebih diakui oleh orang lain.
3.
Orang-orang yang menaruh arti hidupnya pada prestise jabatan dan pada kemampuan
untuk mengatur hidup orang lain, untuk berkuasa terhadap orang lain. Istilahnya
orang yang menganggap kekuasaan itu segala- galanya atau merupakan hal yang
sangat berarti dalam hidupnya.
4.
Antara pria dan wanita, pria lebih rentan terhadap post power sindrome karena
pada wanita umumnya lebih menghargai relasi dari pada prestise, prestise dan
kekuasaan itu lebih dihargai oleh pria.
E. Beberapa Gejala Post Power
Syndrome
1.
Gejala fisik, misalnya tampak kuyu, terlihat lebih tua, tubuh lebih lemah,
sakit-sakitan.
2.
Gejala emosi, misalnya mudah tersinggung, pemurung, senang menarik diri dari
pergaulan, atau sebaliknya cepat marah untuk hal-hal kecil, tak suka disaingi
dan tak suka dibantah.
3.
Gejala perilaku, misalnya menjadi pendiam, pemalu, atau justru senang berbicara
mengenai kehebatan dirinya di masa lalu, senang menyerang pendapat orang,
mencela, mengkritik, tak mau kalah, dan menunjukkan kemarahan baik di rumah
maupun di tempat umum
Post-power syndrome, adalah gejala yang terjadi di
mana penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya (karirnya,
kecantikannya, ketampanannya, kecerdasannya, atau hal yang lain), dan
seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini. Penderita Post
Power Syndrome selalu ingin mengungkapkan betapa bangga dengan masa lalu yang
dilewatinya dengan jerih payah yang luar biasa (menurutnya).
F. Faktor yang Menyebabkan
Terjadinya Post Power Syndrome
1.
Pensiun, PHK atau pudarnya ketenaran seorang artis adalah salah satu dari
faktor tersebut. Bila orang yang tiba masa pensiunnya tidak bisa menerima
keadaan bahwa tenaganya sudah tidak dipakai lagi, walaupun menurutnya dirinya
masih bisa memberi kontribusi yang signifikan kepada perusahaan, post-power
syndrom akan dengan mudah menyerang. Apalagi bila ternyata usianya sudah
termasuk usia kurang produktif dan ditolak ketika melamar di perusahaan lain,
post-power syndrom yang menyerangnya akan semakin parah.
2.
Kejadian traumatik juga menjadi salah satu penyebab terjadinya post-power
syndrome. Misalnya kecelakaan yang dialami oleh seorang pembalap, yang
menyebabkan kakinya harus diamputasi. Bila dia tidak mampu menerima keadaan
yang dialaminya, dia akan mengalami post-power syndrome. Dan jika terus
berlarut-larut, tidak mustahil gangguan jiwa yang lebih berat akan dideritanya.
3.
Post-power syndrome hampir selalu dialami terutama orang yang sudah lanjut usia
dan pensiun dari pekerjaannya. Hanya saja banyak orang yang berhasil melalui
fase ini dengan cepat dan dapat menerima kenyataan dengan hati yang lapang.
Tetapi pada kasus-kasus tertentu, dimana seseorang tidak mampu menerima
kenyataan yang ada, ditambah dengan tuntutan hidup yang terus mendesak, dan
dirinya adalah satu-satunya penopang hidup keluarga, resiko terjadinya
post-power syndrome yang berat semakin besar.
G. Penyebab Internal Post Power
Syndrome
Turner dan Helms (1983)
mengatakan bahwa penyebab faktor internal
bagi berkembangnya post power syndrome pada diri seseorang, adalah :
bagi berkembangnya post power syndrome pada diri seseorang, adalah :
1.
Kehilangan jabatan (kepemilikan kekuasaan) berarti kehilangan harga diri, yaitu
hilangnya perasaan memiliki dan atau dimiliki. Dengan jabatan pula seseorang
merasa lebih yakin diri , karena diakui kemampuannya.
2.
Kehilangan latar belakang kelompok khusus atau eksklusif
3.
Kehilangan kewibawaan
4.
Kehilangan perasaan berarti dalam satu kelompok tertentu
5.
Kehilangan orientasi kerja
6.
Kehilangan sumber penghasilan (fasilitas) yang terkait dengan jabatan yang
dipegang.
H. Penanganan
Bila seorang penderita post-power syndrome dapat
menemukan aktualisasi diri yang baru, hal itu akan sangat menolong baginya.
Misalnya seorang manajer yang terkena PHK, tetapi bisa beraktualisasi diri di
bisnis baru yang dirintisnya (agrobisnis atau catering misalnya), ia akan
terhindar dari resiko terserang post-power syndrome. Oleh karena itu saat ini
beberapa perusahaan pemerintah memberikan pelatihan wirausaha yang dikhususkan
untuk calon pensiunan.
Di samping itu, dukungan lingkungan terdekat, dalam
hal ini keluarga, serta kematangan emosi seseorang sangat berpengaruh untuk
melewati fase post-power syndrome ini. Seseorang yang bisa menerima kenyataan
dengan baik akan lebih mampu melewati fase ini dibanding dengan seseorang yang
memiliki konflik emosi. Pastinya akan lebih membutuhkan banyak proses dan kalau
tidak berhasil, biasanya penyakit2 tertentu akan mudah menyerang seperti pikun,
darah tinggi, jantung, diabetes bahkan stroke.
Dukungan dan pengertian dari orang-orang tercinta
sangat membantu penderita. Bila penderita melihat bahwa orang-orang yang
dicintainya memahami dan mengerti tentang keadaan dirinya, karena sudah tidak
mampu mencari nafkah, ia akan lebih bisa menerima keadaannya dan lebih mampu
berpikir secara rasional. Hal itu akan mengembalikan kreativitas dan
produktifitasnya, meskipun tidak sehebat dulu. Namun akan sangat berbeda
hasilnya jika keluarga malah tidak memperdulikannya.
Post-power syndrome dapat menyerang siapa saja, baik
pria maupun wanita. Baik tua maupun muda Kematangan emosi dan kehangatan
keluarga sangat membantu untuk melewati fase ini. Dan cara untuk mempersiapkan
diri menghadapi post-power syndrome antara lain gemar menabung, hidup
sederhana, banyak oleh raga dan pandai bersosialisasi. Karena bila post-power
syndrome menyerang, sementara penderita sudah terbiasa hidup mewah, makan yang
berlemak,dsb, akibatnya akan lebih parah.
I.
Bila Post Power Syndrome Sudah Terlanjur Menyerang ?
1.
Arahkan kepada kegiatan yang membuatnya merasa nyaman,
misalnya kegiatan olah raga,
kerohanian, dan peduli lingkungan, sebisa mungkin kegiatan yang melibatkan
orang banyak, dengan begitu akan meminimalisir pengaruh post power syndrome.
2.
Arahkan kepada kegiatan yang membuatnya merasa nyaman,
misalnya kegiatan olah raga,
kerohanian, dan peduli lingkungan, sebisa mungkin kegiatan yang melibatkan
orang banyak, dengan begitu akan meminimalisir pengaruh post power syndrome.
3.
Tidak ada salahnya pula kita memahami penderita dengan
menyimak setiap cerita cerita heroiknya, dengan begitu kita dapat mengambil
pelajaran dari pengalaman yang dilaluinya, lebih bagus lagi mereka dijadikan
narasumber pada setiap seminar atau perkumpulan2.
Yang terpenting dari kasus ini adalah peranan orang
sekitar termasuk kita yang harus memahami bahwa post power syndrome dapat
menyerang siapa saja, dan kapan saja. Oleh karena itu dengan menjadi pribadi
yang banyak bersyukur dan berbagi kepada sesama kita dapat terhindar dari
penyakit tersebut.
J. Upaya Yang Dapat
Dilakukan Untuk Mencegah Post Power Syndrome
Untuk mengeliminir permasalahan penyebab berkembangnya post
power syndrome, lebih lanjut Turner dan Helms mengemukakan kiat- kiat yang harus dilakukan, yaitu :
power syndrome, lebih lanjut Turner dan Helms mengemukakan kiat- kiat yang harus dilakukan, yaitu :
1.
Perlu belajar memahami, bahwa jabatan atau kekuasaan itu adalah karunia atau
amanat dari Tuhan Yang maha Esa. Kita hanya sebagai alat dan tidak mengklaim
itu adalah atas kehebatan saya yang menjadi milik saya yang harus dipertahankan
sepenuhnya.Setinggi apapun jabatan kita itu adalah karunia dan kita hanya
sebagai alat untuk melakukan pekerjaan-Nya.
2.
Harus ada kesadaran bahwa kekuasaan itu hanya bersifat sementara dan tidak
bersifat permanen atau mapan dan harus menyiapkan diri apabila suatu saat
kekuasaan itu akan lepas atau ditarik dari kita.
3.
Selama berkuasa, sebaiknya tidak memikirkan bagaimana mempertahankan kekuasaan,
tetapi melakukan dan menjalankan kekuasaan itu sebaik- baiknya, dan pikirkan
untuk melakukan kaderisasi.
4.
Perlu belajar rendah hati, hindarkan sikap mentang-mentang.
5.
Tingkatkan hubungan baik atau relasi dengan teman sejawat, bawahan atau pihak
lain, dalam rangka meluaskan jaringan sebagai bekal selepas dari jabatan.
6.
Menanamkan kebaikan selama berkuasa, jangan menyakiti hati dan menindas orang .
7. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan lain
diluar dari jabatan atau pekerjaan yang sedang ditekuni, sebagai bekal
dikemudian hari.
K. Kiat
Menghadapi Pasca Lepasnya Kekuasaan
Tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk mencegah
terjadinya post power syndrome , menurut
psikolog Jacinta F. Rini, dapat ditempuh
dengan cara-cara :
1.
Mampukan menempatkan diri (menyadari) tentang perbedaan hak
dan kewajiban selaku seorang yang telah kehilangan jabatan atau kekuasaan.
dan kewajiban selaku seorang yang telah kehilangan jabatan atau kekuasaan.
2. Luangkan waktu untuk terus berdoa.
3.
Hadapi secara rileks. Ketegangan dan kecemasan tidak menyelesaikan masalah.
4.
Bercermin dan belajarlah dari pengalaman (keberhasilan maupun kegagalan) dimasa
lalu, sebagai bahan rencana masa depan.
5.
Buatlah rencana kegiatan setiap hari.
6.
Lakukan kegiatan sosial yang menarik, disertai optimisme bahwa
hidup anda akan menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya.
hidup anda akan menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya.
7. Jangan suka berdiam diri dan melamun, karena
hanya akan membangkitkan emosi dan
pikiran negative
8.
Hilangkan rasa kesepian dan libatkan diri pada orang-orang disekitar anda
9.
Lakukan olah raga santai atau kegiatan kebersamaan dengan teman-teman untuk menjaga kondisi dan
kesehatan tubuh
10. Baca buku-buku yang dapat membangkitkan
motivasi
11. Jangan biarkan
pesimisme menguasai pikiran dan perasaan.
12. Menyiapkan diri untuk menjadi bawahan jika
terpaksa harus bekerja di tempat lain.
13. Kembangkan hobi
yang selama ini belum sempat terlaksana
14. Pikirkan untuk
menekuni usaha atau pekerjaan baru sesuai dengan usia dan hobi.
15. Ambil kursus
singkat untuk menunjang hobi dan usaha baru.
16. Ambil inisiatif
untuk terlibat dalam kegiatan rumah tangga.
17. Hubungi
teman-teman lama, siapa tahu ada sesuatu yang baru dan menarik yang bisa di dapatkan.
B. Pengaruh
Fungsi Keluarga dalam Post Power Syndrome
Keluarga
mempunyai pengaruh yang paling besar ketika terjadinya Post Power Syndrome yang
terjadi pada seseorang, berikut ini merupakan alasan mengapa unit keluarga
harus menjadi fokus sentral dari perawatan pada seseorang yang menderita Post
Power Syndrome
1. Dalam
unit keluarga, disfungsi apa saja yang mempengaruhi satu atau lebih anggota
keluarga, dan dalam hal tertentu, seringkali akan mempengaruhi anggota keluarga
yang lain dan unit ini secara keseluruhan.
2. Ada
semacam hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya,
bahwa peran dari keluarga sangta penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan
anggota keluarga secara individu, mulai dari strategi- strategi hingga fase
rehabilitasi.
3. Dapat
mengangkat derajat kesehatan keluarga secara menyeluruh, yang mana secara tidak
langsung mengangkat derajat kesehatan dari setiap anggota keluarga.
4. Dapat
menemukan faktor – faktor resiko.
5. Seseorang
dapat mencapai sesuatu pemahaman yang lebih jelas terhadap individu – individu
dan berfungsinya mereka bila individu – individu tersebut dipandang dalam
konteks keluarga mereka.
6. Mengingat
keluarga merupakan sistem pendukung yang vital bagi individu-individu, sumber
dari kebutuhan-kebutuhan ini perlu dinilai dan disatukan kedalam perencanaan
tindakan bagi individu-individu.
C. Fase
Penyesuaian Diri Pada Saat Pensiun
Penyesuaian
diri pada saat pensiun merupakan saat yang sulit, dan
terdapat tiga fase proses pensiun:
1. Preretirement
phase (fase pra pensiun) Fase ini bisa dibagi pada 2 bagian lagi
yaitur em ote dannear . Padar em ote phase, masa pensiun masih dipandang
sebagai suatu masa yang jauh. Biasanya fase ini dimulai pada saat orang
tersebut pertama kali mendapat pekerjaan dan masa ini berakhir ketika orang
terebut mulai mendekati masa pensiun. Sedangkan pada near phase, biasanya orang
mulai sadar bahwa mereka akan segera memasuki masa pensiun dan hal ini
membutuhkan penyesuaian diri yang baik. Ada beberapa perusahaan yang mulai
memberikan program persiapan masa pensiun.
2. Retirement
phase (fase pensiun) Masa pensiun ini sendiri terbagi dalam 4 fase
besar, dan dimulai dengan tahapan pertama yakni honeymoon phase. Periode ini
biasanya terjadi tidak lama setelah orang memasuki masa pensiun. Sesuai dengan
istilah honeymoon (bulan madu), maka perasaan yang muncul ketika memasuki fase
ini adalah perasaan gembira karena bebas dari pekerjaan dan rutinitas. Biasanya
orang mulai mencari kegiatan pengganti lain seperti mengembangkan hobi.
Kegiatan inipun tergantung pada kesehatan, keuangan, gaya hidup dan situasi
keluarga. Lamanya fase ini tergantung pada kemampuan seseorang. Orang yang
selama masa kegiatan aktifnya bekerja dan gaya hidupnya tidak bertumpu pada
pekerjaan, biasanya akan mampu menyesuaikan diri dan mengembangkan kegiatan
lain yang juga menyenangkan. Setelah fase ini berakhir maka akan masuk pada
fase kedua yakni disenchatment phase. Pada fase ini pensiunan mulai merasa
depresi, merasa kosong. Untuk beberapa orang pada fase ini, ada rasa kehilangan
baik itu kehilangan kekuasaan martabat, status, penghasilan, teman kerja,
aturan tertentu. Pensiunan yang terpukul pada fase ini akan memasuki
reorientation phase, yaitu fase dimana seseorang mulai mengembangkan pandangan
yang lebih realistik mengenai alternatif hidup. Mereka mulai mencari aktivitas
baru. Setelah mencapai tahapan ini, para pensiunan akan masuk pada stability
phase yaitu fase dimana mereka mulai mengembangkan suatu set kriteria mengenai
pemilihan aktivitas, dimana mereka merasa dapat hidup tentram dengan
pilihannya.
3. End
of retirement (fase pasca masa pensiun) Biasanya fase ini ditandai
dengan penyakit yang mulai menggerogoti seseorang, ketidak-mampuan dalam
mengurus diri sendiri dan keuangan yang sangat merosot. Peran saat seorang pensiun
digantikan dengan peran orang sakit yang membutuhkan orang lain untuk tempat
bergantung.
D. Ciri-ciri Orang
Yang Rentan Menderita Post Power Syndrome
1. Orang-orang
yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang
permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
Orang-orang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang
permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
Orang-orang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang
permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
2. Orang-orang
yang membutuhkan pengakuan dari orang lain karena kurangnya harga diri, jadi
kalau ada jabatan dia merasa lebih diakui oleh orang lain.
3. Orang-orang
yang menaruh arti hidupnya pada prestise jabatan dan pada kemampuan untuk
mengatur hidup orang lain, untuk berkuasa terhadap orang lain. Istilahnya orang
yang menganggap kekuasaan itu segala- galanya atau merupakan hal yang sangat
berarti dalam hidupnya.
4. Antara
pria dan wanita, pria lebih rentan terhadap post power sindrome karena pada
wanita umumnya lebih menghargai relasi dari pada prestise, prestise dan kekuasaan
itu lebih dihargai oleh pria.
E. Beberapa
Gejala Post Power Syndrome
1. Gejala
fisik, misalnya tampak kuyu, terlihat lebih tua, tubuh lebih lemah,
sakit-sakitan.
2. Gejala
emosi, misalnya mudah tersinggung, pemurung, senang menarik diri dari
pergaulan, atau sebaliknya cepat marah untuk hal-hal kecil, tak suka disaingi
dan tak suka dibantah.
3. Gejala
perilaku, misalnya menjadi pendiam, pemalu, atau justru senang berbicara
mengenai kehebatan dirinya di masa lalu, senang menyerang pendapat orang,
mencela, mengkritik, tak mau kalah, dan menunjukkan kemarahan baik di rumah
maupun di tempat umum
Post-power
syndrome, adalah gejala yang terjadi di mana penderita hidup dalam
bayang-bayang kebesaran masa lalunya (karirnya, kecantikannya, ketampanannya,
kecerdasannya, atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak bisa memandang
realita yang ada saat ini. Penderita Post Power Syndrome selalu ingin
mengungkapkan betapa bangga dengan masa lalu yang dilewatinya dengan jerih
payah yang luar biasa (menurutnya).
F. Faktor
yang Menyebabkan Terjadinya Post Power Syndrome
1. Pensiun,
PHK atau pudarnya ketenaran seorang artis adalah salah satu dari faktor
tersebut. Bila orang yang tiba masa pensiunnya tidak bisa menerima keadaan
bahwa tenaganya sudah tidak dipakai lagi, walaupun menurutnya dirinya masih
bisa memberi kontribusi yang signifikan kepada perusahaan, post-power syndrom
akan dengan mudah menyerang. Apalagi bila ternyata usianya sudah termasuk usia
kurang produktif dan ditolak ketika melamar di perusahaan lain, post-power
syndrom yang menyerangnya akan semakin parah.
2. Kejadian
traumatik juga menjadi salah satu penyebab terjadinya post-power syndrome.
Misalnya kecelakaan yang dialami oleh seorang pembalap, yang menyebabkan
kakinya harus diamputasi. Bila dia tidak mampu menerima keadaan yang dialaminya,
dia akan mengalami post-power syndrome. Dan jika terus berlarut-larut, tidak
mustahil gangguan jiwa yang lebih berat akan dideritanya.
3. Post-power
syndrome hampir selalu dialami terutama orang yang sudah lanjut usia dan
pensiun dari pekerjaannya. Hanya saja banyak orang yang berhasil melalui fase
ini dengan cepat dan dapat menerima kenyataan dengan hati yang lapang. Tetapi
pada kasus-kasus tertentu, dimana seseorang tidak mampu menerima kenyataan yang
ada, ditambah dengan tuntutan hidup yang terus mendesak, dan dirinya adalah
satu-satunya penopang hidup keluarga, resiko terjadinya post-power syndrome
yang berat semakin besar.
G. Penyebab
Internal Post Power Syndrome
Turner
dan Helms (1983) mengatakan bahwa penyebab faktor internal
bagi berkembangnya post power syndrome pada diri seseorang, adalah :
bagi berkembangnya post power syndrome pada diri seseorang, adalah :
1. Kehilangan
jabatan (kepemilikan kekuasaan) berarti kehilangan harga diri, yaitu hilangnya
perasaan memiliki dan atau dimiliki. Dengan jabatan pula seseorang merasa lebih
yakin diri , karena diakui kemampuannya.
2. Kehilangan
latar belakang kelompok khusus atau eksklusif
3. Kehilangan
kewibawaan
4. Kehilangan
perasaan berarti dalam satu kelompok tertentu
5. Kehilangan
orientasi kerja
6. Kehilangan
sumber penghasilan (fasilitas) yang terkait dengan jabatan yang dipegang.
H. Penanganan
Bila
seorang penderita post-power syndrome dapat menemukan aktualisasi diri yang
baru, hal itu akan sangat menolong baginya. Misalnya seorang manajer yang
terkena PHK, tetapi bisa beraktualisasi diri di bisnis baru yang dirintisnya
(agrobisnis atau catering misalnya), ia akan terhindar dari resiko terserang
post-power syndrome. Oleh karena itu saat ini beberapa perusahaan pemerintah
memberikan pelatihan wirausaha yang dikhususkan untuk calon pensiunan.
Di
samping itu, dukungan lingkungan terdekat, dalam hal ini keluarga, serta
kematangan emosi seseorang sangat berpengaruh untuk melewati fase post-power
syndrome ini. Seseorang yang bisa menerima kenyataan dengan baik akan lebih
mampu melewati fase ini dibanding dengan seseorang yang memiliki konflik emosi.
Pastinya akan lebih membutuhkan banyak proses dan kalau tidak berhasil,
biasanya penyakit2 tertentu akan mudah menyerang seperti pikun, darah tinggi,
jantung, diabetes bahkan stroke.
Dukungan
dan pengertian dari orang-orang tercinta sangat membantu penderita. Bila
penderita melihat bahwa orang-orang yang dicintainya memahami dan mengerti
tentang keadaan dirinya, karena sudah tidak mampu mencari nafkah, ia akan lebih
bisa menerima keadaannya dan lebih mampu berpikir secara rasional. Hal itu akan
mengembalikan kreativitas dan produktifitasnya, meskipun tidak sehebat dulu.
Namun akan sangat berbeda hasilnya jika keluarga malah tidak memperdulikannya.
Post-power
syndrome dapat menyerang siapa saja, baik pria maupun wanita. Baik tua maupun
muda Kematangan emosi dan kehangatan keluarga sangat membantu untuk melewati
fase ini. Dan cara untuk mempersiapkan diri menghadapi post-power syndrome
antara lain gemar menabung, hidup sederhana, banyak oleh raga dan pandai
bersosialisasi. Karena bila post-power syndrome menyerang, sementara penderita
sudah terbiasa hidup mewah, makan yang berlemak,dsb, akibatnya akan lebih
parah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar